LANGKAHKU DI BANDEALIT


Alhamdullilah, lima hari yang lalu tanggal 16 – 20 maret 2018 GenCorps mengirimkan dua anggotanya untuk mengikuti kegiatan MBSC (Meru Betiri Service Camp) yang dilaksanakan di Taman Nasional Merubetiri yang bertempat di Jember, salah satu Taman Nasional dari 54 Taman Nasional yang ada di Indonesia. Dua delegasi yang beruntung tersebut adalah Mitha Mulia dari Gen 9 dan saya sendiri dari Gen 10. Bagi saya lima hari yang singkat di Bandealit memberikan banyak pengalaman dan pelajaran yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya, juga sebagai sarana untuk mengembangkan diri, membuka diri untuk pemikiran – pemikiran yang baru dan mensyukuri kekuasaan Tuhan atas keindahan Bandealit.
Disini saya akan membagi pengalaman itu kepada kalian semua, apa itu MBSC, untuk apa MBSC, apa saja kegiatan MBSC, dan juga kejadian – kejadian menarik apa saja yang terjadi selama MBSC.
MBSC (Merubetiri Service Camp) merupakan salah satu bentuk pendidikan kader konservasi dalam memasyarakatkan kesadaran akan pentingnya nilai konservasi sumber daya alam di masyarakat. Kader konservasi merupakan mitra pembangunan yang diharapkan mampu berperan serta dalam upaya mewujudkan masyarakat yang mencintai alam dan lingkungan. Kegiatan MBSC XIX ini juga merupakan salah satu program kerja dari Wadah Informasi Pecinta Alam Se-eks Keresidenan Besuki (WIPAB). Jadi dalam MBSC ini kami diberikan pendidikan dan pelatihan sebagai dasar untuk menjadi kader konservasi lingkungan yang nantinya sangat diharapkan perannya dimasyarakat dan lingkungan untuk menjaga, melindungi dan melestarikannya. MBSC XIX ini diikuti oleh 102 peserta dari berbagai Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) di universitas yang ada di Jawa dan di luar Jawa, tak hanya Mapala, kegiatan ini juga bisa diikuti oleh Siswala (Siswa Pencinta Alam) yang tingkatnya SMA juga komunitas pecinta alam.
Materi – materi yang diberikan pada kegiatan ini tak hanya mengenai alam dan lingkungan, kami juga diberikan materi tentang advokasi lingkungan dan jurnalistik lingkungan, tujuannya agar nantinya kami mampu memfasilitasi permasalahan yang kami hadapi. Ada 15 materi yang kami pelajari selama lima hari dan berbagai kegiatan lapangan yang diberikan untuk memperkuat pemahaman kami tentang materi yang diberikan. Lima belas materi yang diberikan tersebut diantaranya adalah;
1. Kehutanan Umum
2. KSDAHE
3. Anveg dan Herbarium
4. Flora & Fauna Indonesia
5. Flora Fauna unggulan TNMB
6. Hitung Karbon
7. Pengamatan Burung
8. Eklologi
9. Karnivor besar dan Plaster Cas
10. Analisa Air
11. Global Warming
12. Ekowisata dan Interpretasi
13. Pengamatan Masyarakat
14. Jurnalistik Lingkungan
15. Advokasi Lingkungan
          Sedangkan untuk kegiatan lapangan, kami melakukan aplikasi materi pengamatan burung, ANVEG (Analisa Vegetasi), Herbarium, dan Plaster Cas, semua kegiatan itu benar – benar dilakukan di lapangan yang artinya alam bebas/ hutan tempat kami berkegiatan. Bagi saya semua materi yang diberikan adalah hal yang baru, walaupun sebelumnya di organisasi saya telah memberikan meteri tentang lingkungan, tapi itu sangat terbatas mengingat organisasi kami bergerak pada bidang pengkaji lingkungan guna keperluan tindakan medis. Dan walaupun pada kegiatan MBSC ini tidak memberikan materi yang berkaitan dengan medis (pada manusia), tapi saya menemukan sendiri makna tentang konservasi lingkungan untuk meningkatkan status kesehatan pada masyarakatnya.
            Baiklah, sekarang saya akan menceritakan kegiatan – kegiatan apa saja yang saya lakukan selama lima hari di Bandealit. Tentu saja tidak semua kegiatan itu menyenangkan, tapi itulah yang menjadikan suatu cerita ada rasanya.
HARI KE-1
            Jumat, 16 Maret 2018, kami berangkat dari Balai Pusat Taman Nasional Merubetiri menuju Bandealit pukul 10.00 dengan mengendarai 3 mobil TNI dan 2 truk. Sholat Jumat dilakukan di pertengahan perjalanan. Perjalanan berlangsung selama 4 jam, dengan medan 2 jam jalan mulus dan 2 jam terakhir medan  berbatu naik turun gunung. Setelah tiba di Bandealit kami langsung mendirikan tenda dan melakukan upacara pembukaan untuk kedua kalinya setelah sebelumnya kami juga melakukan upacara di Balai Pusat Taman Nasional Merubetiri. Ingin rasanya setelah upacara langsung tidur di tenda karena capek perjalanan yang ekstrim. Namun harapanku sia – sia, setelah ISHOMA sholat mahgrib kami langsung diberikan materi Kehutanan Umum oleh Bapak Dheny Mardiano, S.Hut., M.Sc dan Dasar – Dasar Konservasi Sumber Daya Alam oleh Bapak Warsono, SP., MP. Materi diberikan di dalam sebuah tenda TNI besar, dan kami ber-102 telah dibagi menjadi sepuluh kelompok yang nantinya kelompok 1-5 di dalam tenda A dan kelompok 6-10 di dalam tenda B. Saya berada dalam kelompok 7 sedangkan Mbak Mitha di kelompok 8. Walau berbeda kelompok kami tetap satu kelas dan satu tenda. Oh ya, kami tidak hanya berdua dalam tenda yang aku bawa, ada dua cewek cantik asal Madura (Mbak Pipit) dan Mbak Rika dari Jakarta.
            Maka setelah upacara pembukaan kami memutuskan untuk menikmati sunset di pantai. Jadi, tempat MBSC itu sendiri adalah di pinggir pantai Bandealit, pantai tersebut dekat dengan hutan, disitulah tempat kami berkegiatan selama lima hari. Bibir pantai yang panjang dan pegunungan yang berdiri kokoh di pinggir-pinggirnya, dengan pasir hitam yang lembut menyentuh kaki, sunset sore itu adalah yang terindah yang pernah aku lihat. Rasanya Pantai Bandealit seakan menyapa kami semua yang baru tiba dengan keletihan di sekujur tubuh dengan ombaknya yang menggulung indah dan airnya yang biru. WELCOME to BANDEALIT.

HARI KE-2
            Pagi di Bandealit, tak akan saya dapatkan ini di Surabaya. Suara kicau burung saling bersahutan berpadu dengan suara ombak, seakan menjadi alarm alam untuk kami semua peserta MBSC, walau ditambah dengan teriakan panitia pakai TOA yang tak henti – hentinya membangunkan kami dari jam lima. Gak sempat mandi karena memang kamar mandi dan air yang disediakan sangat terbatas, tapi tetap bersyukur karena kami gak perlu buat lubang buat BAB.
            Setelah sarapan, kami langsung memulai pembelajaran, materi pertama Ekosistem, dilanjutkan Pengamatan Burung, lalu Pengamatan Masyarakat, setelah itu ISHOMA sholat dhuhur, lalu lanjut materi Ekowisata dan Interpretasi. Lalu setelah ISHOMA sholat mahgrib kami beramah tamah dengan kepala Tn. MeruBetiri Bapak Ir. Kholid Indarto.
            Materi pada hari kedua ini berbeda dengan hari pertama, kami diajak bermain games, sebelumnya saya berfikir games yang kami lakukan hanyalah untuk melepas penat dan stress, tapi ternayata dibalik games tersebut ada makna yang berkaitan  dengan materi. Seperti games pada materi ekosistem, kami diajak untuk membuat lingkaran dan melepas alas kaki lalu menggunakannya sebagai pos pertahanan diri, Cak Giri nama pemateri ekosistem, akan menyebutkan ciri – ciri setiap peserta, peserta yang memiliki cirri yang disebutkan harus berpindah tempat. Contohnya, peserta yang memakai celana panjang harus berpindah tempat, jadi peserta yang disebutkan harus berpindah pos ke pos peserta yang juga berpindah, dan Cak giri yang awalnya tidak memiliki pos masuk ke dalam lingkaran peserta, alhasil ada peserta yang tidak memiliki tempat, dan dia harus mencari sasaran agar dapat kembali ke barisan. Jadi games tersebut mengajarkan kita untuk fokus dan melihat sumber daya apa yang kita miliki. Fokus dalam pengambilan data dalam ekosistem, fokus dalam setiap analisis yang dilakukan, dan fokus dalam setiap kegiatan alam ataupun konservasi. Begitupun juga dalam games pada pengamatan masyarakat.
Pada materi pengamatan burung, kami disadarkan pentingnya pengamatan burung, tak hanya mengagumi elok rupanya, dalam pengamatan burung kita bisa mengetahui kondisi alam yang ada di lingkungan tersebut. Pemateri pada pengamatan burung ini tak lain adalah Kak Happy (nama rimba) dari WANALA Unair, seorang mahasiswa jurusan Kedokteran Hewan.
            Dan ada kejadian menarik saat materi berlangsung, karena posisi tenda kami berdekatan langsung dengan hutan, maka kami dipertontonkan pertunjukan sekelompok lutung yang sedang berloncatan dari pohon satu ke pohon yang lain untuk mencari makanan mereka. Sunguh itu adalah keindahan tersendiri, oke mei, ini benar – benar alam bebas. Macan tutul dan banteng pun bisa muncul sewaktu – waktu.
            Pagi berganti siang, siang berlalu, matahari tenggelam, malam tiba, dan ini adalah malam yang luar biasa indahnya dengan taburan bintang diangkasa yang cerah. Bintang di Bandealit tampak begitu terang dan duakali lebih banyak darimanapun tempat yang pernah aku datangi. Bintang jatuh terlihat setiap 15 menit. Subhanallah, sunguh nikmat Tuhan mana yang dapat kau dustakan.

HARI KE-3
            Pagi ini panitia membangunkan kami lebih pagi, masih dengan TOA yang menyebalkan, dikarenakan kami akan melakukan aplikasi pengamatan burung.  Pengamatan burung sebenarnya bisa dilakukan kapan saja, tapi waktu yang paling tepat untuk melakukan pengataman burung adalah di pagi dan sore hari yaitu saat ketika burung sedang aktif. Alat yang perlu kami siapkan adalah, binokuler, buku burung MacKinon, Kamera, dan kertas untuk membuat sketsa. Kami dibagi menjadi 10 kelompok baru, dimana pada setiap kelompok dibagi tugasnya menjadi, sang pengamat, pencatat, dan orang yang bertugas membuat skesa burung. Kegiatan ini adalah baru bagi saya, awalnya saya kurang tertarik dengan kegiatan ini karena untuk melihat seekor burung harus menggunakan binocular yang saya sendiri belum terbiasa untuk memakainya. Tapi itu tak sesulit yang saya pikir, yang perlu kita lakukan adalah fokus. Ketika saya berhasil mengamati seekor burung menggunaan binocular, hal itu adalah pengalaman yang luar biasa, dari jauh semua burung terlihat sama, namun ketika dilihat dengan binocular, barulah tampak elok dan cantiknya dia. Mengagumkan bisa melihat burung – burung yang begitu menawan di alam bebas, dan tentu saja butuh usaha dan perjuangan.
            Siangnya saya ikut rombongan peserta yang melakukan pengamatan masyarakat pada penduduk di sekitar Bandealit. Jarak rumah penduduk dengan Camp kami kira – kira berjarak 200 m. Dari hasil pengamatan masyarakat yang saya lakukan bersama peserta yang lain, ada beberapa hal penting yang saya catat, yaitu:
1. Sebagian besar penduduk Bandealit bermata pencaharian sebagai seorang nelayan dan bekerja di kebun.
2. Belum ada listrik di desa tersebut, mereka masih memakai genset.
3. Pusat layanan kesehatan belum terjangkau, begitupun dengan pendidikan. Tempatnya jauh dari pemukiman
4. Penduduk yang tinggal di sekitar bandealit awalnya adalah perantau / pelaut yang kemudian tinggal di pesisir pantai. Setelah terjadi tsunami pada tahun 1994 mereka berpindah masuk ke tanah perhutani dan menetap disitu.
5. Setiap bulan suro, mereka mengadakan upacara “petik laut”, yaitu upacara arak – arakan hasil bumi lalu dilarung kelaut.
6. Penduduk disitu sudah terbisa melihat hewan-hewan penghuni Tn. Merubetiri berkeliaran di depan rumah mereka, seperti macan tutul.

HARI Ke-4
            Bagiku hari keempat adalah hari yang paling melelahkan, kenapa? Karena hari ini adalah waktunya aplikasi materi ANALISA VEGETASI (Anveg), Herbarium dan Plaster Cas. Untuk temen – temen yang belum tahu apa itu anveg, jadi anveg adalah cara mempelajari susunan (komposisi) jenis dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh –tumbuhan. Analisa vegetasi akan dapat menduga kerapatan tumbuh – tumbuhan dalam hutan, sebaran tumbuhan, luas lahan yang ditumbuhi pohon serta mengetahui seberapa penting peranan tumbuhan tertentu dalam ekosistem.
            Sederhanya kita melakukan perhitungan jenis pohon. Dan jenis pohon / tumbuhan dibedakan menjadi :
1. Seedling (semak)     : tinggi < ½ meter
2. Sapling                    : tinggi ½ m – 2 m
3. Poles                        : tinggi > 2 m dengan diameter < 15 cm
4. Pohon                      : tinggi > 2 m dengan diameter ≥ 15 cm

            Dan metode yang digunakan untuk melakukan anveg ini sangat beragam, namun yang kami pakai saat itu adalah metode berpetak. Kegiatan anveg ini bagi saya sangat menguras tenaga, kami harus membagi tugas dalam untuk membuat spot, melakukan pendataan dan pengukuran diameter pohon. Bersamaan dengan itu kami juga harus membuat herbarium dan plester Cas. Dalam pembuatan plester cas kami harus menemukan suatu jejak atau cakaran sebagai bentuk cetakan. Dan kelompok kami menemukan jejak anjing di pinggir muara.
            Karena kami tidak tahu jenis pohon yang sedang kami analisis maka kami harus mengkonsultasikannya kepada pemateri. Sampel tumbuhan yang kami analisis kami ambil dan jadikan herbarium. Semua itu tak sulit, jika dilakukan dengan sabar dan bahagia.
            Malamnya kami melakukan ferewell party, setiap kelompok membuat yel – yel dan yel – yel terbaik mendapatkan hadiah dari panitia. Tak hanya itu kami juga melakukan acara bakar – bakar ayam. Malam terakhir di Bandealit, disana ada begitu banyak cerita dan tawa, bersama orang – orang baru di lingkungan yang baru juga. Alhamdullilah, Terima Kasih Tuhan telah memberikan kesempatan ini.

HARI Ke-5
            It’s time to comeback home.
Setelah semua peserta selesai packing, kami bersama panitia yang lain menanam 50 tumbuhan dan memberikan identitas pada pohon – pohon yang ada di sekitar lokasi camp. Tak ketinggalan kami juga melakukan patroli sampah. Setelah semua selesai kami menunggu mobil jemputan. Di sela – sela waktu aku bersama mbak pipit pergi ke pantai untuk melihat ombak Bandealit terakhir kalinya, dan subhanallah memang Bandealit begitu indah dan menawan.
Semua barang sudah ku packing rapi begitu juga kenangannya. Aku pulang dengan bahagia, dengan semangat membagi ilmu yang aku dapatkan dan amanah menjadi kader konservasi lingkungan untuk selalu menjaga dan melestarikan alam untuk kehidupan masa depan yang lebih baik.




“Kita butuh keluar dari rumah untuk melihat keadaan. Itu berbahaya, aku tau. Tapi bagiku sungguh berbahaya saat kita hanya berdiam diri di rumah, dan merasa baik- baik saja, ketika alam sebenarnya sudah akan punah dan hilang keindahannya.”
23 Maret 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Perawat Hebat melalui Pengabdian Masyarakat bersama YBSI

PERSAMAAN MENULIS DAN MENDAKI

SBMPTN 2018??? SUKSES MENUJU KAMPUS IMPIAN